Minggu, 27 Desember 2009

Perlukah Penerapan Data Warehouse (saat ini) untuk strategi pengelolaan aset data kependudukan ?

Dari berita yang dilansir di situs Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan (Ditjen Adminduk) tertanggal 11 Desember 2009 lalu, dijelaskan bahwa Proyek penuntasan Sistem Administrasi Kependudukan (SIAK) di seluruh kab/kota bakal tertunda dari jadwal yang telah ditetapkan yaitu tahun 2011. Departemen Dalam Negeri (Depdagri) memastikan pelaksanaan proyek ini baru dapat dituntaskan secara bertahap pada tahun 2013. Tertundanya proyek ini dari rencana semula, disebabkan oleh anggaran yang cekak. Mendagri menyatakan, anggaran pembangunan SIAK mencapai Rp 6,7 triliun (setara dengan dana talangan penyelamatan --bailout-- bank Century). Penundaan proyek akan diikuti dengan perubahan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang KTP Berbasis Nomor Induk Kependudukan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka daerah kab/kota di Indonesia yang sudah melaksanakan SIAK offline maupun SIAK online (antar Dinas dan Kecamatan) dan masih menemukan kendala terhadap data kependudukan yang mereka miliki, sudah sepatutnya mengambil momentum ini untuk kembali melakukan konsolidasi data secara keseluruhan. Apa yang menyebabkan konsolidasi data itu perlu ?. Rata-rata persentase kesalahan terbesar bagi pemerintahan daerah yang telah menerapkan SIAK adalah masih ditemukannya data penduduk yang bermasalah, seperti data yang identik ganda dan belum detilnya kelengkapan isian biodata seseorang. Hal ini berpengaruh secara signifikan terhadap kuantitas dan kualitas data kependudukan.

Data kependudukan adalah sebuah aset yang sangat berguna bagi sebuah Pemerintahan Daerah untuk memutuskan suatu kebijakan dan melakukan suatu aksi strategis. Data ini diperoleh dari sistem atau aplikasi operasional yang menunjang pengambilan data secara benar, valid, tertata (format dan cara pengisiannya) dan relevan. Data yang senantiasa berkembang membutuhkan pengelolaan khusus baik dari sisi pemanfaatannya maupun dari sisi penyimpanannya.

Saat sekarang ini, Ditjen Adminduk telah menyediakan konsep Data warehouse (gudang data) yaitu konsep dan kombinasi teknologi yang memfasilitasi organisasi untuk mengelola dan memelihara data historis yang diperoleh dari sistem atau aplikasi operasional. Data warehouse mengumpulkan data historis yang kemudian dapat disajikan sebagai bahan komprehensif bagi manajemen untuk dapat mengambil keputusan, analisis kebutuhan organisasi, hingga peramalan kondisi organisasi berdasar data. Bahkan Data Warehouse dijadikan studi kasus dan bahan riset pengembangan sistem informasi di Perguruan Tinggi berkurikulum TI dan dijadikan aplikasi yang membantu sebuah korporasi dalam menjalankan strategi bisnisnya.

Selain itu Data warehouse mempunyai syarat utama yaitu sudah terbentuknya data yang valid dan bebas dari kesalahan sehingga memungkinkan terjadinya integrasi berbagai macam jenis data dari berbagai macam aplikasi atau sistem. Hal ini menjamin terjadinya mekanisme akses “satu pintu” bagi manajemen untuk memperoleh informasi dan menganalisisnya untuk keputusan perkembangan organisasi.

Di sini akan timbul permasalahan. Jika memang SIAK adalah sebuah proyek penting dari Pemerintah Pusat untuk menata administrasi kependudukan agar lebih baik, maka seharusnya aplikasi sistem operasional SIAK sebagai “pintu” menuju penerapan Data Warehouse, juga harus menutupi tingkat urgensi dua faktor error yaitu human error berupa kesalahan pengetikan data oleh operator SIAK dan data error yaitu berupa kesalahan atau manipulasi data yang terjadi pada pengisian formulir berkas kependudukan yang dilakukan oleh penduduk. Aplikasi yang sudah dijalankan selama ini lebih berorientasi pada kuantitas berupa seberapa banyak penduduk yang bisa terjaring oleh sistem, tetapi kurang bisa “mengakali” bagaimana jika masukan yang disebabkan oleh ke dua faktor di atas tadi terjadi. Akibatnya sistem masih bisa menerima data yang salah, walaupun kemudian data ini dialokasikan secara manual di dalam database kependudukan sebagai data sampah, tetapi secara keseluruhan akan menganggu kuantitas data alias mempengaruhi jumlah penduduk yang sebenarnya (jumlah penduduk menjadi tidak akurat dan tidak valid).

Alih-alih melakukan penerapan Data Warehouse yang ditawarkan oleh Ditjen Adminduk, lebih baik bagi kab/kota yang telah melakukan SIAK secara online, untuk melakukan konsolidasi data yang lebih terarah terhadap data kependudukan yang dianggap bermasalah (identik ganda) sembari memasukkan saran ke Ditjen Adminduk agar aplikasi SIAK terus menerus dimodifikasi dan diperbaiki agar menjadi lebih baik dan mengatur kondisi pemisahan data yang terinput secara tidak benar, baik karena human error dan data error untuk tidak terbaca di sistem dan tidak merumitkan kerja administrator database. Jika penggunaan data warehouse dipaksakan, kota/kab yang telah melaksanakan SIAK akan terbentur oleh keadaan di mana data yang dipublikasi bukanlah data yang sebenarnya. Pihak provinsi akan sulit dalam mengumpulkan data yang benar dari kota/kabupaten. Diperlukan kerja yang lebih keras lagi dalam membangun data base yang optimal dan benar-benar valid. Apalagi hal ini didukung dengan ditundanya penuntasan proyek SIAK ini sampai tahun 2013. Semoga data kependudukan lebih baik (baca : akurat dan valid) lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar