Minggu, 27 Desember 2009

ARAYA ZINDA INDIRA


Teringat pada saat aku memilih nama anakku, karena bulan Desember ini adalah bulan kelahirannya… Tulisan ini buat Aya, anakku dan Ami, sebutan untuk bundanya Aya.

Dilahirkan pada hari Rabu Wage, tanggal 17 Desember 2008 Masehi, bertepatan dengan tanggal 19 Dzulhijjah 1429 Hijriyah atau tanggal 18 bulan Besar 1941 tahun Saka atau tanggal 20 Cap It Gwee 2559 tahun Cina, berjenis kelamin perempuan, pada pukul 22.00 WIB di Rumah Sakit Santo Antonius (RSSA) Pontianak, dengan berat badan 3.000 gr dan panjang 48 cm. Persalinan yang memakan waktu lebih kurang 15 menit, alhamdulillah berjalan lancar, setelah sang bunda menahan sakit lebih kurang sekitar 3,5 jam (dari pembukaan 3-4 cm yang terjadi sekitar jam 18.30 WIB), hingga berangsur menjadi keluarnya sang bayi dari perut bundanya.

Araya Zinda Indira adalah nama yang akhirnya dipilih, dari beberapa pilihan nama. Sedangkan nama yang sudah terbentuk menjelang kelahiran adalah nama yang lebih mendekati nama bayi laki-laki, yaitu Dmitry Arayahajj Alveoli, yang berarti ‘sang kekasih yang nafasnya dihembuskan ke dunia ini sebagai ornamen/pelengkap kehidupan pada hari raya haji’. Nama yang sebenarnya tampak elok dan bisa dilekatkan kepada bayi perempuan, tetapi setelah mendapat masukan dari pihak keluarga,yang mengatakan namanya lebih mirip nama laki-laki. Sehingga dicarilah nama yang lebih menampakkan ‘keperempuanan’. Lalu setelah melewati proses pengusulan nama seperti Izinda, Bageechanama, Lateefa, Jemima maka dipilihlah nama Zinda. Sedangkan nama Araya tetap dimasukkan.

Dari beberapa literatur, kata Araya berasal dari bahasa Arab, bahkan disebutkan pula juga berasal dari bahasa Afghanistan, yang mempunyai arti dekorasi atau ornamen. Yang tak kalah menariknya ternyata secara etimologi, nama/terminologi Araya juga dikenal di daerah Basque, propinsi Alava, yang merupakan bagian dari negara Spanyol. Hanya di daerah tersebut, terminologi Araya dapat diartikan lembah yang mengalir. Mengapa demikian ?. Karena panggilan Araya diadopsi dari mereka yang tinggal di daerah lembah tersebut dengan beberapa variasi seperti Arraya, Araja, Arrayo, Arrayas. Tetapi, jika merunut dalam sejarah peradaban umat manusia, Spanyol adalah bangsa yang pernah disinggahi oleh peradaban Islam, yang diawali oleh penaklukan Spanyol dari laut oleh Panglima Islam, Thariq bin Ziyad beserta pasukan muslim yang dipimpinnya. Bangunan-bangunan bersejarah dengan kultur Islam banyak pula ditemukan di Spanyol. Salah satu yang terkenal adalah Istana Al Hambra di Grenada. Oleh karena itu, seharusnya kita tidak perlu heran jika ternyata terminologi sebuah bahasa di Spanyol berkaitan erat dengan bahasa Arab.

Sedangkan kata Zinda berasal dari bahasa yang dipakai penduduk Samarkand, Uzbekistan –sebuah Negara di Asia Tengah yang beribukota Taskent-, yang mengandung makna kehidupan atau hidup. Zinda sendiri diambil dari penggalan kata sebuah peninggalan kebudayaan Samarkand yaitu Shah-I Zinda yang bisa diartikan sebagai the living king. Samarkand menyapa dunia dengan warisan agung dari pertemuan aneka budaya seperti China, Turki, Eropa dan India. Di kota itu tersimpan aneka peninggalan arsitektur dari masa akhir menjelang Masehi hingga abad ke-4 Masehi.

Setelah disepakati Araya Zinda yang bermakna dekorasi atau ornament kehidupan, maka dirasakan perlu adanya kata ketiga sebagai penyambung makna dari gabungan dua kata yang sudah ada. Maka didapatlah kata Indira yang berasal dari bahasa Hindi dan Sansekerta yang berarti keindahan, kebaikan, kecemerlangan. Dalam mitologi Hindu, Indira dikenal sebagai “the wife of Vishnu”. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, kata Indira mempunyai makna yaitu splendid.

Maka lengkaplah nama dari anak perempuan ini yaitu Araya Zinda Indira yang mengandung makna yaitu dekorasi kehidupan yang indah, baik dan cemerlang. Makna yang lebih luas lagi adalah dekorasiNya (ciptaanNya) yang hidup dan yang dianugrahi dengan keindahan, kebaikan dan kecemerlanganNya.

Araya Zinda Indira memiliki nama panggilan Aya.

Pencantuman Nama Peserta dalam Pengumuman hasil tes CPNS : Seberapa pentingnya ?. (Telaah e-gov dan UU Keterbukaan Informasi Publik di Pemda Pontianak

Pada beberapa waktu yang lalu, baik di media cetak maupun elektronik telah kita lihat bersama pengumuman hasil dari tes penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang telah mendapatkan respon yang besar dari para pencari kerja. Hal ini tentunya akan membuat bahagia bagi yang diterima dan tentunya menimbulkan perasaan sedih bagi yang dinyatakan tidak diterima. Dari pengumuman tes CPNS, ada beberapa klasifikasi pola pengumuman yang muncul yaitu pola pencantuman nomor pendaftaran beserta nama peserta pendaftaran dan ada pola yang hanya mencantumkan nomor pendaftaran peserta saja.

Tentu sebuah institusi pemerintahan mempunyai alasan tersendiri, mengapa nama peserta tidak dicantumkan dalam pengumuman hasil. Bisa jadi alasannya untuk meminimalkan ruang pengumuman yang dimuat di media cetak, sehingga biaya pengumuman akan menjadi lebih murah . Tetapi hal ini tidak berlaku di dunia maya, yaitu internet. Bahwa pemakaian situs web sebagai media pengumuman hasil penerimaan CPNS bukanlah sesuatu hal yang langka. Telebih pada saat ini, penggunaan electronic government atau e-gov sesuai dengan Inpres No. 3 tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government merupakan sesuatu hal yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah. Kita tahu bersama bahwa adanya situs web pemerintahan daerah merupakan salah satu penjabaran e-gov tadi. Artinya, penggunaan sarana pengumuman hasil tes CPNS di situs web milik pemerintahan daerah dengan alokasi ruang yang lebih luas, akan tidak menemui kendala manakala pengumuman hasil tes penerimaan CPNS hanya mencantumkan nomor peserta tes saja.

Terlebih di dalam UU nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dijelaskan tentang bahwa Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik. Lebih jauh lagi dikemukakan dalam Pasal Kedua yaitu Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik dan Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan Undang-Undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan seksama bahwa menutup Informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.

Penggunaan situs web juga bisa dihubungkan dengan teori komunikasi massa (mass communication) dimana sebuah komunikasi massa, menurut Elizabeth Noelle Neumann (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1994) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (1) Bersifat tidak langsung, artinya harus melalui media teknis, (2) Bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara peserta-peserta komunikasi, (3). Bersifat terbuka, artinya ditujukan pada publik yang tidak terbatas dan anonim, (4) Mempunyai publik yang secara tersebar. Oleh karenanya, komunikasi massa dalam sebuah situs web dapat didefinisikan sebagai suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah audien yang tersebar dan heterogen melalui media elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.

Bahwa sah-sah saja, jika dalam pengumuman hasil tes CPNS hanya mencantumkan nomor peserta tes, tetapi jika dicantumkan beserta nama peserta tes sebagai bagian dari hasil pengumuman itu akan lebih baik. Karena informasi berupa nama peserta tidak akan memberikan konsekuensi yang bersifat disaster (kerusakan yang amat sangat) dan merugikan banyak pihak. Justru dengan pencantuman nama akan mengurangi rasa ketidakpercayaan publik atas benar tidaknya pelaksanaan tes berjalan murni –walaupun bukan sebuah bentuk jaminan mutlak--, sebab tidak ada pengawasan yang mendetil dan seksama terhadap kemungkinan timbulnya nomor-nomor peserta siluman. Akan lebih baik lagi, jika di dalam pengumuman hasil tes dicantumkan pihak ketiga yang melakukan pemeriksaan hasil tes. Beberapa tahun yang lalu pernah terjadi penerimaan tes yang diulang di salah satu Kabupaten di Kalimantan Barat, karena ketidaktranspanan dalam penerimaan tes CPNS yang berlangsung. Hal itu berdampak besar terhadap nama-nama peserta tes yang akhirnya diterima.

Salah satu contoh yang bisa dijadikan acuan dalam pengumuman tes CPNS adalah di situs web Pemprov Yogyakarta, dimana publik dapat melihat dan menyaksikan pencantuman nomor peserta dan nama peserta. Tidak salah jika, pemerintahan daerah Yogyakarta pernah terpilih sebagai daerah nomor satu penerapan e-governement, yang salah satunya adalah dengan membuka akses publik secara luas dan dapat dipertanggungjawabkan dan membuat masyarakat merasa terlayani. Contoh-contoh dari sebuah pengumuman tes yang dilansir lewat situs web dan memiliki item data nomor peserta dan nama peserta, seperti pengumuman hasil tes penerimaan beasiswa, tes kelulusan sertifikasi barang dan jasa dan tes penerimaan CPNS sendiri yang sebagian telah dilakukan oleh pemerintah daerah – pemerintah daerah melalui situs web yang dimiliki mereka.

Rasanya tidak berlebihan jika penulis menyimpulkan bahwa pencantuman nama peserta dalam pengumuman hasil tes CPNS adalah penting. It’s a very very significant thing dan ke depan, masyarakat akan semakin kritis. Pemerintahan daerah akan sering berhadapan head-to-head maupaun face-to-face dengan masyarakat dalam lingkaran siklus pelayanan publik. Sembari memberikan saran yang membangun bagi Badan Kepegawaian Daerah Kota Pontianak sebagai badan yang mengadakan penerimaan pegawai untuk sekiranya dapat menerapkan hal-hal baik yang dilakukan di daerah lain dan memberikan pengumuman hasil tes penerimaan CPNS di tahun-tahun ke depan dengan mencantumkan nomor tes dan nama peserta tes di situs web milik pemerintahan kota Pontianak –bahkan kalau perlu, juga diberlakukan hal yang sama di media cetak--, sebagai bentuk pembangunan e-government yang dikelola dengan baik dan mendukung keterbukaan informasi publik. Go e-gov and make the citizen trusting you !. Bisakah ...?.

Perlukah Penerapan Data Warehouse (saat ini) untuk strategi pengelolaan aset data kependudukan ?

Dari berita yang dilansir di situs Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan (Ditjen Adminduk) tertanggal 11 Desember 2009 lalu, dijelaskan bahwa Proyek penuntasan Sistem Administrasi Kependudukan (SIAK) di seluruh kab/kota bakal tertunda dari jadwal yang telah ditetapkan yaitu tahun 2011. Departemen Dalam Negeri (Depdagri) memastikan pelaksanaan proyek ini baru dapat dituntaskan secara bertahap pada tahun 2013. Tertundanya proyek ini dari rencana semula, disebabkan oleh anggaran yang cekak. Mendagri menyatakan, anggaran pembangunan SIAK mencapai Rp 6,7 triliun (setara dengan dana talangan penyelamatan --bailout-- bank Century). Penundaan proyek akan diikuti dengan perubahan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang KTP Berbasis Nomor Induk Kependudukan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka daerah kab/kota di Indonesia yang sudah melaksanakan SIAK offline maupun SIAK online (antar Dinas dan Kecamatan) dan masih menemukan kendala terhadap data kependudukan yang mereka miliki, sudah sepatutnya mengambil momentum ini untuk kembali melakukan konsolidasi data secara keseluruhan. Apa yang menyebabkan konsolidasi data itu perlu ?. Rata-rata persentase kesalahan terbesar bagi pemerintahan daerah yang telah menerapkan SIAK adalah masih ditemukannya data penduduk yang bermasalah, seperti data yang identik ganda dan belum detilnya kelengkapan isian biodata seseorang. Hal ini berpengaruh secara signifikan terhadap kuantitas dan kualitas data kependudukan.

Data kependudukan adalah sebuah aset yang sangat berguna bagi sebuah Pemerintahan Daerah untuk memutuskan suatu kebijakan dan melakukan suatu aksi strategis. Data ini diperoleh dari sistem atau aplikasi operasional yang menunjang pengambilan data secara benar, valid, tertata (format dan cara pengisiannya) dan relevan. Data yang senantiasa berkembang membutuhkan pengelolaan khusus baik dari sisi pemanfaatannya maupun dari sisi penyimpanannya.

Saat sekarang ini, Ditjen Adminduk telah menyediakan konsep Data warehouse (gudang data) yaitu konsep dan kombinasi teknologi yang memfasilitasi organisasi untuk mengelola dan memelihara data historis yang diperoleh dari sistem atau aplikasi operasional. Data warehouse mengumpulkan data historis yang kemudian dapat disajikan sebagai bahan komprehensif bagi manajemen untuk dapat mengambil keputusan, analisis kebutuhan organisasi, hingga peramalan kondisi organisasi berdasar data. Bahkan Data Warehouse dijadikan studi kasus dan bahan riset pengembangan sistem informasi di Perguruan Tinggi berkurikulum TI dan dijadikan aplikasi yang membantu sebuah korporasi dalam menjalankan strategi bisnisnya.

Selain itu Data warehouse mempunyai syarat utama yaitu sudah terbentuknya data yang valid dan bebas dari kesalahan sehingga memungkinkan terjadinya integrasi berbagai macam jenis data dari berbagai macam aplikasi atau sistem. Hal ini menjamin terjadinya mekanisme akses “satu pintu” bagi manajemen untuk memperoleh informasi dan menganalisisnya untuk keputusan perkembangan organisasi.

Di sini akan timbul permasalahan. Jika memang SIAK adalah sebuah proyek penting dari Pemerintah Pusat untuk menata administrasi kependudukan agar lebih baik, maka seharusnya aplikasi sistem operasional SIAK sebagai “pintu” menuju penerapan Data Warehouse, juga harus menutupi tingkat urgensi dua faktor error yaitu human error berupa kesalahan pengetikan data oleh operator SIAK dan data error yaitu berupa kesalahan atau manipulasi data yang terjadi pada pengisian formulir berkas kependudukan yang dilakukan oleh penduduk. Aplikasi yang sudah dijalankan selama ini lebih berorientasi pada kuantitas berupa seberapa banyak penduduk yang bisa terjaring oleh sistem, tetapi kurang bisa “mengakali” bagaimana jika masukan yang disebabkan oleh ke dua faktor di atas tadi terjadi. Akibatnya sistem masih bisa menerima data yang salah, walaupun kemudian data ini dialokasikan secara manual di dalam database kependudukan sebagai data sampah, tetapi secara keseluruhan akan menganggu kuantitas data alias mempengaruhi jumlah penduduk yang sebenarnya (jumlah penduduk menjadi tidak akurat dan tidak valid).

Alih-alih melakukan penerapan Data Warehouse yang ditawarkan oleh Ditjen Adminduk, lebih baik bagi kab/kota yang telah melakukan SIAK secara online, untuk melakukan konsolidasi data yang lebih terarah terhadap data kependudukan yang dianggap bermasalah (identik ganda) sembari memasukkan saran ke Ditjen Adminduk agar aplikasi SIAK terus menerus dimodifikasi dan diperbaiki agar menjadi lebih baik dan mengatur kondisi pemisahan data yang terinput secara tidak benar, baik karena human error dan data error untuk tidak terbaca di sistem dan tidak merumitkan kerja administrator database. Jika penggunaan data warehouse dipaksakan, kota/kab yang telah melaksanakan SIAK akan terbentur oleh keadaan di mana data yang dipublikasi bukanlah data yang sebenarnya. Pihak provinsi akan sulit dalam mengumpulkan data yang benar dari kota/kabupaten. Diperlukan kerja yang lebih keras lagi dalam membangun data base yang optimal dan benar-benar valid. Apalagi hal ini didukung dengan ditundanya penuntasan proyek SIAK ini sampai tahun 2013. Semoga data kependudukan lebih baik (baca : akurat dan valid) lagi.